"Saudaraku yang kekasih, janganlah meniru yang jahat, melainkan yang baik. Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah." (3 Yohanes 1: 11)
Ditengah keramaian, sesorang anak kecil terpeleset hingga terjatuh dan membuat kakinya patah sehingga ia tak dapat berdiri sendiri. Ia berteriak meminta pertolongan dari orang-orang yang lalu lalang didekatnya. Tak ada seorang pun menolongnya. Setelah lewat dari setengah jam, ada seorang supir taksi menghampirinya dan membantunya berdiri serta membawanya kerumah sakit. Tak adakah keperduliaan dihadapan kita semua? Benarkah kita hanya hidup untuk diri sendiri?
Kisah tentang orang Samaria yang baik hati ini memang sudah sering kita dengar juga kita baca. Mungkin kita sudah bosan dengan kisah ini karena terlalu sering dikhotbahkan digereja maupun persekutuan. Masalahnya, seberapa banyak kita telah menerapkannya dalam hidup kita sebagai anak-anak Tuhan? Orang Samaria ini bukanlah orang yang dianggap cukup rohani bahkan orang Samaria digolongkan sebagai orang kafir. Tuhan Yesus menceritakan perumpamaan ini agar kita anak-anak Tuhan menyadari, jika mereka yang kafir saja tahu bagaimana harus berbuat baik, lalu mengapa anak-anak Tuhan tidak atau enggan berbuat baik?
Tuhan menginginkan kita perduli terhadap situasi di sekeliling kita. Tuhan tidak menghendaki kita menutup mata dan tidak perduli dengan situasi disekeliling kita. Tuhan Yesus mengecam orang Lewi dan imam yang tidak perduli pada keadaan orang yang sekarat itu. Surat Paulus Yohanes dengan tegas menyatakan, siapa yang berbuat baik, ia berasal dari Allah. Sedangkan siapa yang berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah.
Kita memang tidak berbuat jahat secara fisik. Tetapi tidak perduli pada sesama, itu sama saja dengan tidak berbuat baik. Tuhan ingin kita berbuat baik karena Dia adalah Tuhan yang baik dan karena kita berasal dari Tuhan, maka sepatutnya kita pun berbuat baik.